CORETAN INSPIRASI

CORETAN INSPIRASI

SALAM!!!

Blog ini memuat artikel-artikel sederhana, entah berupa tulisanku, atau hasil kutipan dari artikel lain yang dianggap bermanfaat. Semoga Anda mendapat pengalaman berharga dari sini.

Selasa, 24 Mei 2016

Menulis untuk Peradaban



Menulis untuk peradaban. Ya. Bagiku kata-kata ini memiliki makna yang luas dan dalam. Luas berarti ada banyak makna yang bisa diterjemahkan di sini. Sedangkan dalam berarti aku harus menulis sesuatu yang konstruktif dan membawa kebaikan, bukan sebaliknya.

Lama aku tercenung memaknai 'menulis untuk peradaban' ini. Sebab membangun peradaban berarti kita ikut menentukan arah ke mana suatu masyarakat di bawa. Membangun peradaban artinya kita memberikan kontribusi dan sumbangsih untuk turut memajukan kebudayaan bangsa.

Adalah kang Tendi Murti dengan Komunitas Menulis Online-nya (http://kmoindonesia.com) yang menggugahku tentang ini. Aku menerawang jauh ke belakang, untuk membuktikan bahwa menulis memang membangun peradaban.

Aku teringat bagaimana Imam Bukhari (Semoga Allah Merahmatinya), mengumpulkan hadits-hadits dan menghimpunnya dalam mahakarya beliau yang luar biasa. Ia membutuhkan lebih dari 16 tahun untuk mengerjakannya. Berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya, bertemu langsung dengan para penghapal hadits saat itu, menyeleksinya, membandingkan dengan riwayat yang lain, dan seterusnya, hingga ia menjadi kita hadits yang paling shahih dan mahsyur sampa kini.

Lihat pula Ibnu Khaldun, bapak sosiologi dunia. Ia seorang ulama sekaligus ilmuwan yang bukunya menjadi dasar ilmu sosiologi modern. Ibnu Khaldun tekun mengamati bagaimana caranya membalik atau mereversi gelombang penurunan peradaban Islam. Ia sangat menyadari bahwa reversi tersebut tidak akan dapat tergambarkan tanpa menggambarkan pelajaran-pelajaran dari sejarah terlebih dahulu untuk menentukan faktor-faktor yang membawa sebuah peradaban besar melemah dan menurun drastis.

Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.

Lihat pula di negeri kita sendiri. Pada 01 April 1911, Al-Munir, majalah Islam pertama yang terbit di Minangkabau. Pelopor majalah ini adalah Haji Abdullah Ahmad yang terinspirasi dari majalah Al-Urwastul Wutsqa yang diinisiasi dan dipimpin oleh seorang pembaharu Islam, Syekh Djamaluddin Al-Afghani di Paris – Prancis.

Ini adalah sekelumit bukti bahwa benar adanya, menulis memang membangun peradaban. Karena memang pondasi kehidupan kita berasal dari kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama-ulama kita.

Pertanyaan besar bagi kita, dapatkah kita mengikuti jejak-jejak mereka yang harum ini? Inilah yang mesti diresapi. Inilah yang mesti dipikirkan secara mendalam jika hendak membuat tulisan yang memberikan sumbangsih dalam membangun peradaban.

Sebab, lihatlah kini. Para perusak juga turut menuliskan ide-ide liar mereka, yang menjadi ‘bom waktu’ dalam peradaban kita. Banyak karya mereka yang bersifat dekonstruktif dengan dalih kebebasan. Dengan itu pula, mereka menjual ide-idenya, yang dipoles sedemikian rupa agar ia laku dibaca.

Jika ini yang kita hadapi, maka boleh jadi niat menulis berarti berniat jihad. Sebab kita berperang melawan opini orang lain yang merusak. kita berperang melalui pena, untuk mereversi umat yang juga kini tengah dilanda degradasi moral, akibat miskinnya pemahaman akan nilai-nilai kebaikan yang tertanam dalam ajaran agama kita.  

Menulis untuk peradaban, berarti menebarkan nilai-nilai kebaikan untuk membuat kita tetap beradab, dalam adab-adab agama kita. 

Yuk menulis!



3 komentar:

Entri Populer